Belakangan ini aku bermimpi mengenai seseorang yang sudah berusaha kulupakan. Bukan, bukan seseorang yang pernah menetap di hatiku. Bukan seseorang yang pernah kusukai. Tapi seseorang yang pernah menjadi teman yang cukup dekat.
Saking dekatnya, seseorang pernah berkata bahwa ia adalah aku versi laki-lakinya. Jujur itu adalah hal yang kurasa sangat bisa kuterima sebagai pujian karena ia adalah seseorang yang cerdas dan pandai mengelola emosinya. Ia juga seseorang yang pandai menjelaskan isi pikirannya. Sungguh seseorang yang bermurah hati.
Hingga suatu saat ia memutuskan tali komunikasi antar kami karena akhirnya ia memiliki seorang kekasih. Aku turut berbahagia ketika tahu ia memiliki seorang kekasih. Namun, ketika tahu fakta bahwa ia memutus segala bentuk komunikasi denganku karena kekasihnya—yang juga sebenarnya orang yang aku kenal—sempat menyatakan merasa iri denganku, awalnya aku mewajarinya. Sampai pada titik ia benar-benar memasang tembok tinggi dengan blokir semua sosial media dan mengatakan aku tidak tahu diri tanpa alasan yang jelas, saat itu kesedihan dan amarah memuncak di hatiku.
Meski sempat ada telepon yang masuk ber-grup untuk membicarakan permasalahan kekasihnya itu, bahkan kata maafnya tak terdengar tulus bagiku. Ternyata ia seseorang yang tak apa menyakiti orang lain demi menyenangkan kekasih hatinya. Itu sesuatu yang tak bisa aku toleransi.
Belakangan ini aku bermimpi tentang orang ini. Entahlah, beberapa hari ini aku memimpikannya. Aku lupa bagaimana mimpi itu berjalan, tapi aku memimpikan dia dan kekasihnya, kami berinteraksi. Sampai aku bangun pagi dan rasanya itu bukan sesuatu yang ingin kuingat setiap pagi.
Komentar
Posting Komentar